Doa Untuk Anak Berbakti Kepada Orang Tua
Doa ini agar kita tidak menjadi anak yang nakal yaitu anak yang patuh kepada kedua orang tuanya, amalan ini hendaknya dilakukan secara kontinue agar anak kita daoat bimbingan dari Allah SWT dan menjadi anak yang shaleh dan Shalehah
Yang harus kita lakukan pertama kali adalah untuk anak kita yang ndablek atau paling nakal :
1. Setelah Shalat Fardlu Baca Surat Al Fatihah 13 dikhususkan kepada anak kita yang nakal atau ndablek
2. Berdoalah "Allahumma Baariklanaa Fii Aulaadinaa, Wa Dzurriyyatinaa Wa Talaamidatanaa Wahfadlhum wala Tadlurrahum Wawaffiqnaa birrahum Birahmatika Yaa Arhamarrahimin
3. Belajar untuk perbanyak bersedekah
Inilah yang dapat kita lakukan semoga berguna dan bemanfaat
Doa Untuk Anak Berbakti Kepada Orang Tua
Tampilkan postingan dengan label religi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label religi. Tampilkan semua postingan
Senin, 05 Agustus 2013
Doa Untuk Anak Berbakti Kepada Orang Tua
Jumat, 14 Juni 2013
Memahami Bisnis Allah SWT dengan Hamba-Nya.
Memahami Bisnis Allah SWT dengan Hamba-Nya.
Ketika Muadz bin Jabal dibonceng Rasululullah maka terjadilah dialog antara antara Rasulullah
Saw dan Sahabat Mu’adz bin Jabal.
Rasulullah
Saw bertanya Wahai sahabatku, apakah kepentingan Allah yang harus dipenuhi oleh
hambanya ?
Mu’adz bin
Jabal menjawab : Saya tidak tahu, hanya Anda yang tahu.
Jawab Rasululullah
Saw : yang harus dipenuhi oleh hambanya yaitu hanya mengabdi kepada Allah SWT (pengertian
ibadah secara singkat dan luas) tanpa ada niat ganda.
Rasulullah
bertanya lagi pada Sahabat Muadz bin Jabal : Apakah kepentingan hamba yang harus dipenuhi oleh Allah SWT ?
Sahabat
Muadz bon Jabal menjawab : Saya tidak tahu, hanya Anda yang tahu
Rasulullah
menjawab : Allah mesti memberikan imbalan kepada hamba-Nya berupa rizki,
pahala, dan memasukkan ke dalam surga-Nya.
Dari dialog
tersebut bahwasannya kontrak bisnis antara Allah dan hamba-Nya ada hubungan
timbal balik yang sangat jelas, akan tetapi kita sebagai hamba Allah SWT harus
bisa membedakan mana tugas hamba-Nya kepada Allah SWT dan mana kewenangan Allah
SWT terhadap hamba-Nya.
Disini pada
blog Cangkru’an mencoba menjelaskan kepentingan Allah yang harus dipenuhi oleh
hambanya dan kepentingan hamba yang
harus dipenuhi oleh Allah SWT , ini harus dibedakan. Dasarnya dari saya belajar
mengaji dari guru :
No.
|
Yang
harus dipenuhi hamba kepada Allah SWT
|
No.
|
Kewenangan
yang diberikan oleh Allah terhadap Hamba-Nya
|
1. |
Taat beribadah kepada Allah SWT baik ibadah secara arti sempit atau arti luas |
1. |
Allah akan memberikan pahala atau tidak itu semua terserah Allah SWT Yang Maha Berkehendak. |
2. |
Hamba-Nya berdoa kepada Allah meminta apa yang diharapkan |
2. |
Allah akan mengabulkan doanya atau tidak dan memberi pahala atau tidak itu semua terserah Allah SWT Yang Maha Berkehendak |
3. |
Hambanya berdzikir, melakukan kebaikan itu dilakukan secara istiqamah |
3. |
Allah akan memberikan derajat yang luhur dan karomah serta pahala serta memberikan ketenangan atau tidaknya sama sekali itu semua terserah Allah SWT Yang Maha Berkehendak. |
4. |
Hambanya melakukan perjuangan dalam hidupnya misal dalam masa belajar, kariernya |
4. |
Allah akan memberikan sukses kepada hamba-Nya atau tidak itu semua terserah Allah SWT Yang Maha Berkehendak. |
5. |
Hambanya melakukan taubat atas kesalahannya |
5. |
Allah akan menerima taubatnya dan memberikan pahala kepada hamba-Nya atau tidak itu semua terserah Allah SWT Yang Maha Berkehendak. |
Dari semua
pernyataan tersebut adalah kita harus belajar bisa membedakan mana tugas
seorang hamba dan mana kewenangan atau kepentingan hamba yang harus dipenuhi
oleh Allah SWT.
Kita
sebagai hamba-Nya janganlah berputus asa walaupun kita sudah berusaha apa-apa
yang diperintahkan oleh Allah dan mengharap kepada-Nya, tapi janganlah kita
pernah lupakan bahwa Allah juga Maha Pemurah, Maha Penyayang, Maha Pemberi Rizki
serta Maha Penerima Taubat hambanya.
Demikianlah
apa yang dapat kami uraikan semoga bermanfaat pada diri saya sendiri maupun
bermanfaat pada si pembaca artikel ini
Memahami Bisnis Allah SWT dengan Hamba-Nya.
Jumat, 07 Juni 2013
Puasa Sya'ban Yang Disukai Rasulullah SAW
Puasa Sya'ban Yang Disukai Rasulullah SAW
Dalam agama Islam menganjurkan untuk umat Islam
lebih-lebih Umat Nabi Muhammad Saw berpuasa di sepanjang tahun yaitu salah
satunya Bulan Sya'ban adalah bulan yang disukai oleh Rasulullah.
Sya’ban adalah bulan kedelapan dalam penanggalan Hijriyah.
Secara bahasa kata “Sya’ban” mempunyai arti “berkelompok”. Nama ini
disesuaikan dengan tradisi bangsa Arab yang berkelompok mencari nafkah
pada bulan itu). Sya’ban termasuk bulan yang dimuliakan oleh Rasulullah
Saw. selain bulan yang empat, yaitu Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram,
dan Rajab.
Kata Sya'ban bila dipreteli mempunyai arti yaitu Syin : Syarofun artinya : Mulya, Ain : Uluwwun artinya : Luhur, Ba' : Al Barru artinya : Kebaikan, Alif : Ulfatun artinya : Lemah lembut, Nun : Nurun artinya : Cahaya. Jadi jika anda berpuasa di bulan Sya'ban maka anda memperoleh kemuliaan, kebaikan, keluhuran, mempunyai sifat lemah lembuh serta mendapatkan cahaya dari Allah SWT dan Rasulullah Saw.
Menurut para
ulama salaf menjelaskan hikmah di balik kebiasaan Rasulullah SAW memperbanyak
puasa sunnah di bulan Sya'ban. Kedudukan puasa sunnah di bulan Sya'ban
dibanding dengan puasa wajib Ramadlan adalah seperti kedudukan shalat sunnah
qabliyah bagi shalat fardlu. Puasa sunnah di bulan Sya'ban akan menjadi awal persiapan
yang tepat dan penyempurna bagi kekurangan yang tidak mustahil terdapat pada
pelaksanaan puasa Ramadlan.
Hikmah lainnya disebutkan
dalam Hadits yang bersumber dari Usamah bin Zaid RA, bahwasanya ia berkata : "Ya Rasulullah, mengapa aku tidak
pernah melihat Anda berpuasa sunnah dalam 1 bulan tertentu yang lebih banyak
dari pada bulan Sya'ban?”, Beliau menjawab dalam haditsnya yang artinya
:
"Bulan
Sya’ban itu adalah bulan ketika manusia banyak yang lalai (dari beramal shalih
di antara bulan Rajab dan Ramadlan). Bulan Sya’ban adalah bulan yang semua amal
dibawa naik ke Hadirat Allah Rabbul ‘Alamin, maka aku ingin amal-amalku
diangkat naik ke hadirat Allah pada saat aku sedeang mengerjakan puasa
sunah" (HR. Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Khuzaimah. Ibnu Khuzaimah
menshahihkan Hadits ini).
Dalam riwayat lain, Aisyah RA berkata dalam haditsnya yang artinya: :
"Bulan
yang paling disukai oleh Rasulullah SAW untuk berpuasa sunnah yaitu bulan
Sya'ban, kemudian beliau me-nyambungnya dengan puasa Ramadlan" (HR. Abu
Daud pada halaman 2431 dan Ibnu Majah pada
halaman 1649).
Dari Ummu Salamah RA, ia berkata : "Aku tidak pernah melihat
Rasulullah SAW berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali bulan Sya'ban dan
Ramadlan" (HR. Tirmidzi pada halaman 726, An-Nasai Juz IV halaman 150,
Ibnu Majah pada halaman 1648, dan Ahmad Juz VI halaman 293).
Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani
menuturkan : "Hadits ini merupakan
dalil keutamaan puasa sunnah di bulan Sya'ban" (Fathul Bari Syarh Shahih
Bukhari).
Imam Ash Shan'ani berkata : “Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW
mengistimewakan bulan Sya'ban dengan puasa sunnah lebih banyak dari pada
bulan-bulan lainnya. (“Subulus Salam
Syarhu Bulughil Maram” Juz II
halaman 239).
Maksud berpuasa 2 bulan
berturut-turut adalah berpuasa sunnah pada sebagian besar bulan Sya'-ban
(sampai 27 atau 28 hari) lalu berhenti puasa sehari atau dua hari sebelum bulan
Ramadlan, baru kemudian dilanjutkan dengan puasa wajib Ramadlan selama satu
bulan penuh. Hal ini sesuai dengan Hadits Aisyah yang tertulis di awal tulisan
ini.
Memperbanyak amalan pada Malam Nishfu Sya’ban
Sebagian ulama berpendapat bahwa terdapat keutamaan khusus untuk malam
Nishfu Sya’ban. Pendapat ini berdasarkan Hadits Shahih dari Abu Musa Al Asy’ari
RA bahwasanya Nabi SAW bersabda dalam haditsnya yang artinya :
“Sesungguhnya
Allah melihat pada malam Nishfu Sya’ban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya,
kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan” (HR. Ibn Majah, At Thabrani,
dan dishahihkan Al Albani).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
mengatakan, “… pendapat yang dipegangi
mayoritas ulama termasuk kebanyakan ulama Madzhab Hambali yaitu meyakini adanya
keutamaan malam nishfu Sya’ban. Ini juga sesuai dengan keterangan Imam Ahmad
bin Hanbal (Hanbali), mengingat adanya banyak Ha-dits yang terkait masalah ini,
serta dibenarkan oleh berbagai riwayat dari para sahabat dan tabi’in…”
(Majmu’ Fatawa, Juz XXIII halaman 123).
Ibn Rajab mengatakan, “Terkait malam Nishfu Sya’ban, dulu para
tabi’in penduduk Syam, seperti Khalid bin Ma’dan, Mak-hul, Luqman bin Amir, dan
beberapa tabi’in lainnya, mereka memuliakannya dan bersungguh-sungguh dalam
beribadah di malam itu…” (“Latha-iful
Ma’arif” halaman 247).
Puasa Sya'ban Yang Disukai Rasulullah SAW
Karomah Sahabat Yang Berbakti Kepada Orang Tua
Karomah Sahabat Yang Berbakti Kepada Orang Tua
Dalam blog ini menceritakan tentang karomah Sahabat yang berbakti kepada kedua orang tua. Anak ini bernama Uwais Al Qarni hidup pada zaman Rasulullah tapi sayangnya anak ini tidak pernah bertemu dengan Rasulullah karena beliau ini sangat mengabdi dan berbakti kepada kedua orang tuanya sehingga tidak bisa bertemu dengan Rasulullah Saw, menurut agama orang yang hidup setelah para sahabat disebut tabiin, akan tetapi Uwais Al Qarni hidup pada zaman Rasulullah tapi tidak pernah berjumpa dengan Rasulullah itu disebut Tabiin.
Hadits Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bercerita mengenai Uwais Al Qarni tanpa pernah
melihatnya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia
seorang penduduk Yaman, daerah Qarn, dan dari kabilah Murad. Ayahnya telah
meninggal. Dia hidup bersama ibunya dan dia berbakti kepadanya. Dia pernah
terkena penyakit kusta. Dia berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu dia
berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu dia diberi kesembuhan, tetapi
masih ada bekas sebesar dirham di kedua lengannya. Sungguh, dia adalah pemimpin
para tabi’in.”
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Umar
bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, “Jika kamu bertemu dengannya dan bisa meminta
kepadanya untuk memohonkan ampun (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala)
untukmu, maka lakukanlah!”
Ketika Umar radhiyallahu ‘anhu telah menjadi Amirul Mukminin, dia
bertanya kepada para jamaah haji dari Yaman di Baitullah pada musim haji,
“Apakah di antara warga kalian ada yang bernama Uwais al-Qarni?”
“Ada,” jawab mereka.
Umar radhiyallahu ‘anhu melanjutkan, “Bagaimana keadaannya ketika
kalian meninggalkannya?”
Mereka menjawab tanpa mengetahui derajat Uwais, “Kami meninggalkannya dalam
keadaan miskin harta benda dan pakaiannya usang.”
Umar radhiyallahu ‘anhu berkata kepada mereka, “Celakalah kalian.
Sungguh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bercerita
tentangnya. Kalau dia bisa memohonkan ampun untuk kalian, lakukanlah!”
Dan setiap tahun Umar radhiyallahu ‘anhu selalu menanti Uwais. Suatu ketika kebetulan suatu
kali dia datang bersama jemaah haji dari Yaman, lalu Umar radhiyallahu
‘anhu menemuinya. Dia hendak memastikannya terlebih dahulu, makanya dia
bertanya, “Siapa namamu Wahai
pemuda?”
“Uwais Ya Amiral Mukminin,”
jawabnya.
Umar radhiyallahu ‘anhu melanjutkan, “Apakah benar daerahmu Yaman, kalau ya ... Di
Yaman daerah mana?’
Dia menjawab, “Dari Qarn.”
“Tepatnya dari kabilah mana?” Tanya Umar radhiyallahu ‘anhu.
Dia menjawab, “Dari kabilah Murad.”
Umar radhiyallahu ‘anhu bertanya lagi, “Bagaimana keadaan ayahmu ?”
“Ayahku telah meninggal dunia. Saya hidup bersama ibuku,” jawabnya.
Umar radhiyallahu ‘anhu melanjutkan, “Bagaimana keadaanmu bersama
ibumu?’
Uwais berkata, “Saya berharap dapat berbakti kepada ibu saya.”
“Apakah engkau pernah sakit sebelumnya?” lanjut Umar radhiyallahu ‘anhu.
“Iya. Saya pernah terkena penyakit kusta, lalu saya berdoa kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala sehingga saya diberi kesembuhan.”
Umar radhiyallahu ‘anhu bertanya lagi, “Apakah masih ada bekas dari
penyakit tersebut?”
Dia menjawab, “Iya. Di lenganku masih ada bekas sebesar dirham.” Dia
memperlihatkan lengannya kepada Umar radhiyallahu ‘anhu.
Ketika Umar radhiyallahu
‘anhu melihat hal tersebut, maka dia langsung memeluknya seraya berkata,
“Engkaulah orang yang diceritakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Mohonkanlah ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
untukku!”
Dia berkata, “Masa saya memohonkan ampun untukmu wahai Amirul Mukminin?”
Umar radhiyallahu ‘anhu menjawab, “Iya.”
Umar radhiyallahu ‘anhu meminta dengan terus mendesak kepadanya
sehingga Uwais memohonkan ampun untuknya.
Atas terus desakannya
Sayyidina Umar kepada Uwais Al Qarni, maka berdoalah Uwais AlQarni kepada Allah
SWT.
Selanjutnya Umar radhiyallahu ‘anhu bertanya kepadanya mengenai ke
mana arah tujuannya setelah musim haji. Dia menjawab, “Saya akan pergi ke
kabilah Murad dari penduduk Yaman ke Irak.”
Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Saya akan kirim surat ke walikota
Irak mengenai kamu?”
Uwais berkata, “Saya bersumpah kepada Anda wahai Amriul Mukminin agar engkau
tidak melakukannya. Biarkanlah saya berjalan di tengah lalu lalang banyak orang
tanpa dipedulikan orang.”
Karomah Sahabat Yang Berbakti Kepada Orang Tua
Langganan:
Postingan (Atom)